Pengertian
Presuposisi dan Pengertian Entailment
1.Pendahuluan
Dalam
pembahasan sebelumnya, terdapat gagasan menarik bahwa penutur menganggap
informasi tertentu sudah diketahui oleh pendengarannya. Karena informasi
tertentu itu dianggap sudah diketahui, maka informasi yang demikian biasanya
tidak akan dinyatakan dan akibatnya akan menjadi bagian dari apa yang disampaikan
tetapi tidak dikatakan. Istilah-istilah presuposisi dari entailmen secara
teknis dipakai untuk mendeskripsikan dua aspek yang berbeda dari jeis informasi
ini.
2. Pembahasan
A. Presuposisi
A.1 Pengertian Presuposisi
Sebenarnya, presuposisi atau praanggapan (prepposition) bearasal dari perdebatan dalam ilmu falsafah,
khususnya tentang hakikat rujukan (apa-apa, benda/keadaan, dan sebagainya) yang
dirujuk atau dihunuuk oleh kata, frasa, atau kalimat dan ungkapan-ungkapan
rujukan (Nababan,1989:48)
Presuposisi
adalah sesuatu yang diasumsikan oleh penutur sebagai kejadian sebelum
menghasilkan suatu tuturan. Yang memiliki presuposisi adalah penutur, bukan
kalimat. Gottlob Prege mengemukakan suatu
penjelasan tentang hal ini yang masuk akal dan diterima oleh pakar-pakar
waktu itu. Dia mengatakan:kalau ada suatu pernyataan, selalu ada pranggapan
bahwa nama-nama atau kata benda yang diapakai
baik sederhana atau majemuk, mempunyai suatu rujukan (reference). Jikalau orang mengatakan
Kepler meninggal dalam kesengsaraan, ada praanggapan (orang-orang
berpranggapan) bahwa nama ‘kepler’ merujuk kepada sesuatu benda atau menghunjuk
kepada seseorang nyata (Nababan, 1989:49).
Dalam
beberpa pembahasan konsep presuposisi adalah hubungan antara dua presuposisi.
Jika kita mengatakan bahwa kalimat dalam (1a.) mengandung proposisi p dan
kalimat (1b.) mengandung proposisi q, maka dengan menggunakan simbol >>
yang berarti ‘yang dipranggapan’ kita dapat menggambarkan hubungan itu seperti
dalam (1c.)
(1) a. Boneka Syakira cantik (=p)
b. Syakira mempunyai boneka (=q)
c. p >> q
Apabila
kita balikkan kalimat dalam (1a) menjadi kalimat negatif/menyangkal (TIDAK p),
seperti dalam (2a.), kita akan mendapatkan bahwa hubungan antara presuposisi
tidak berubah. Yaitu diulangi seperti (2b.), proposisi q yang sama berlanjut
dipresupossisikan oleh TIDAK p, ditunjukkan dalam (3c)
(2) a. Boneka Syakira tidak cantik (=TIDAK p)
b. Syakira mempunyai boneka (=q)
c. TIDAK p >> q
A.2. Jenis-jenis
Presuposisi
·
Presuposisi Potensial
Presuposisi
potensial adalah jenis presuposisi yang hanya akan menjadi presuposisi yang
sebenarnya dalam konteks dengan penutur.Seperti digambarkan dalam contoh 1
sampai 2, susunan possesif diasosiasikan dengan suatu keberadaan presuposisi.
·
Presuposisi Faktif (nyata)
Contoh:
(3) a.(Setiap murid SD tahu menghitung
dengan baik)
( Tidak semua murid SD tahu menghitung dengan baik)
Dalam
(3), kata kerja ‘’tahu’ terjadi dalam struktur, ‘setiap murid SD tahu q’,
dengan q sebagai presuposisi. Informasi yang di pra-anggapan yang mengikuti
kata kerja ‘tahu’ dapat dianggap sebagai kenyataan, dan dideskripsikan sebagai
presuposisi Faktif (kenyataan)
·
Presuposisi Leksikal
Pada
umumnya, dalam presuposisi leksikal, pemakaian suatu bentuk dengan makna yang
dinyatakan secara konvensional ditafsirkan dengan presuposisi bahwa suatu makna
lain (yang tidak dinyatakan) dipahami. Setiap kali Anda mengatakan bahwa
seseorang ‘melaksanakan’ untuk melakukan sesuatu, makna yang ditegaskan adalah
orang itu tidak berhasil. Tetapi di dalam kedua kasus tersebut, terdapat presuposisi
(yang tidak di nyatakan) bahwa orang itu ‘mencoba’ untuk melakukan sesuatu.
Contoh:
(4) a. (Clarin mulai menangis) (>>
Sebelumnya Clarin tidak menangis)
b. (Mira menghentikan dietnya)
(>> Dulu dia melakukan diet)
c. ( Filo terjatuh lagi) (>> Sebelumnya
Anda terjatuh)
Di
dalam kasus presuposisi leksikal, pemakaian ungkapan khusus oleh penutur
daimbil untuk mempranggapkan sebuah konsep lain (tidak dinyatakan), sedangkan
pada kasus presuposisi faktif, pemakaian ungkapan khusus diambil untuk mempra-anggapkan
kebenaran informasi yang dinyatakan setelah itu.
·
Presuposisi Struktural
Dalam
presuposisi ini, kalimat-kalimat tertentu telah dianalisis sebagai presuposisi
secara tetap dan konvensional bahwa bagian struktur itu sudah diasumsikan
kebenarannya.
Contoh :
(5) a. (Dimana Syakira bermain?)
(>>Syakira bermain)
b. (Mengapa Siti memanjat pagar ?) (>>Siti memanjat
pagar)
Tipe
ini menuntun pendengar untuk mempercayai bahwa informasi yang disajikan pasti
benar, bukan sekedar presuposisi seseorang yang sedang bertanya.
·
Presuposisi Non-faktif
Presuposisi
non-faktif adalah suatu presuposisi yang diasumsikan tidak benar. Kata-kata
kerja seperti ‘bermimpi’, ‘membayangkan’, dan ‘berpura-pura’, seperti yang
ditunjukan dalam contoh (5), dengan presuposisi yang mengikutinya tidak benar.
Contoh:
(6) a. (adik laki-laki Nari membayangkan
memilki sepatu baru)
(>>adik
laki-laki Nari tidak memilki sepatu baru)
b.
(Mama bermimpi melihat nenek)
(>>
mama tidak melihat nenek)
Kita
sudah mengetahui suatu struktur yang diinterpretasikan dengan suatu
presupposisi non-faktif (Andaikan aku punya sebuah perusahaan besar yang
sukses). Sungguh, tipe struktur ini menciptakan suatu counter-factual
presupposition (presuposisi posisi faktual tandingan), yang berarti bahwa apa
yang dipra-anggapkan tidak hanya tidak benar, tetapi merupakan kebalikan
(lawannya) dari benar, atau ‘bertolak belakang dengan kenyataan.
B.
Pengertian Entailmen
Entailmen itu sebenarnya bukan
konsep pragmatik (karena berhubungan dengan maksud penutur), tetapi malah
dianggap sebagai suatu konsep logis yang murni), yang disimbolkan dengan | |-.
Entailmen adalah sesuatu yang secara logis ada atau mengikuti apa yang
ditegaskan di dalam tuturan. Yang memilki entailmen adalah kalimat, bukan
penutur.
Beberapa contoh entailmen untuk
kalimat-kalimat dalam contoh (7) dan (8).
(7) (Marimar menangkap 2 ekor ayamnya yang
lepas) (=p)
(8) a. (Sesuatu mengejar 2 ekor ayam yang
lepas) (=q)
b. (Marimar melakukan sesuatu
terhadap 2 ekor ayamnya yang lepas) (=r)
c. (Marimar mengejar 2 ekor ayam) (=s)
d. (Terjadi sesuatu) (=t)
Dalam
menyajikan hubungan antara entailmen (7) dan (8a.) sebagai p | | -q, secara
sederhana kita sudah menandakan suatu akibat yang logis. Marilah kita
mengatakan bahwa dalam tuturan kalimat (7), penutur seharusnya mengakui
terhadap kebenaran sejumlah besar entailmen bagian belakang ( hanya sebagain
saja yang disajikan dalam [8 a – d ]. Akan tetapi dalam kesempatan apa saja
dari tuturan (7), penutur akan menunjukan bagaimana entailmen- entailmen ini
harus disusun.
3. Penutup
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Daftar Pustaka
Lubis, Hamid Hasan.1993. Analisis Wacana Pragmatik. Bandung: Angkasa.
Yule, George.2006.Pragmatik. (terj. Indah Fajar Wahyuni dan Rombe Mustajab).
Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar